Pernah Mendiami Sel selama Tiga Hari




erita Utama
30 Januari 2010
Liku-liku Kehidupan Anak Jalanan (1)
Pernah Mendiami Sel selama Tiga Hari

Liku-liku hidupnya tak semanis dengan anak sebaya yang bersekolah dan
mendapatkan semua kebutuhan. Namun mereka terpaksa mengenyam kehidupan dengan bertahan di jalanan. Berikut laporan kehidupan anak jalanan di Jateng.

Setelah jam dua belas malam tibalah ia di rumah, usai ‘bekerja’ seharian rasanya tak cukup untuk terlelap, terkadang adiknya yang berumur satu tahun merengek pada jam tiga pagi, hingga membuatnya terbangun.

Karena Ani begitu sayang dengan adiknya, dia membiarkan ibunya untuk tak beranjak di kasur lapuk itu supaya tetap istirahat, berharap dia tetap menggendong adiknya terlelap hingga pagi menjelang.

Gadis kecil berumur 12 tahun itu bangun jam 06.00 di sebuah kamar kecil bersama kedua adiknya. Tak langsung mandi atau mendapatkan sarapan selayaknya seorang anak untuk sekolah, dia malah bergegas berkeliling di kampungnya di Damaran, Pasar Johar Semarang untuk mencucikan pakaian tetangganya.

Satu ember besar penuh pakaian pun terselesaikan, Rp 5 ribu masuk di kantong per embernya dan berpindah ke rumah berikutnya. Jam 8.00 Ani menyelesaikan rutinitas kerja di pagi harinya itu. Sepulangnya di rumah, bersiap-siap lagi untuk’ bekerja’, mengembarai kota Semarang.

Di jalan Pemuda terik terganti mendung, Ani melewati beberapa sekolah, melihat para pelajar itu dari kejauhan yang sedang berlarian di lapangan pada jam istirahat. Ani pun terbesit, betapa beruntungnya mereka yang masih bisa sekolah.

Dia pun teringat dengan kelas yang telah ditinggalnya beberapa bulan lalu di SD Al Iman, Johar karena tak mampu membayar SPP. Lampu merah traffic light pun sudah menyala, angan-angannya sirna akan realita, bergegaslah dia menghampiri kendaraan yang berhenti untuk membunyikan icik-icik nya dengan nyanyian sumbang.

Ani adalah salah satu anak jalanan, yang menyambung hidup dengan mengamen. Apa daya, orang tuanya tak cukup menafkahi kebutuhan keluarganya, dia menyanggupi untuk membantu memikul beban orang tuanya, meski sedikit, setidaknya Ani berusaha sebaik mungkin untuk bertahan.

Ayahnya bekerja sebagai penarik becak yang mendapatkan rata-rata Rp 15 ribu per harinya, sedangkan ibunya sebagai pemetik cabai di Pasar Johar hanya mampu menyelesaikan 5 kilogram dengan upah Rp 2.000 per kilogram. Rasanya tak cukup untuk menghidupi 5 kepala di keluarganya.

Rute yang ditempuh tiap harinya hampir beragam di tiap bus yang ditumpangi, dari Johar-Banyumanik hingga Ungaran. Ke mana rimba bus yang ditumpangi bersama penumpang bus adalah ladang penghasilannya untuk mengamen.
Serupa dengan Sari, gadis berumur 14 tahun ini mempunyai rute dari Simpang Lima, Johar dan Tugu Muda dari rumahnya di Terboyo. Kesehariannya hampir sama dengan Ani yang turut mencari nafkah dengan mengamen.

“Assalamu’alaikum. Bapak Ibu Saudara sekalian. Dengan tulus aku mohon bantuannya untuk makan sehari-hari. Terimakasih Wassalam”. Kalimat itu tertulis di amplop yang disodorkan oleh Sari kepada pengunjung warung PKL Jalan Pleburan. Dia pun sebenarnya terpaksa mengamen karena bagaimanapun kondisinya harus membantu keluarganya. Ayahnya adalah pengangguran yang seringkali menjadi pemulung. Ibunya sehari-harinya berkeliling bekerja serabutan.

“Aku sering sekali di ejek oleh tetangga dan teman-teman sekolahku gara-gara aku mengamen dan meminta-minta, Mas. Aku juga ga tahu mesti gimana, padahal aku hanya bisa mengamen untuk bantu beli jajan adik,” tuturnya.

Beda dengan Ani yang kini tak takut dengan Satpol PP karena sudah biasa. Dia pernah mendiami sel selama tiga hari dan mendapatkan pembinaan untuk menulis dan membaca. “Dulu waktu di sel aku nangis terus karena takut, karena ada orang gila. Lalu aku juga disuruh mandi teratur dan belajar membaca,” kata Ani yang bercita-cita ingin jadi polisi.

Menurut Tim Advokasi & Kampanye, Yayasan Setara Semarang, Yoyok Laksono mengatakan bahwa permasalahan utama tertumpu pada permasalahan ekonomi. “Kompleksitas masalah ini berasal dari keluarga yang orang tuanya tak bekerja atau tak bisa mencukupi kebutuhan akibat tingkat pengangguran semakin tinggi. Meski sadar atau tak sadar para orang tua tersebut tidak mempunyai pilihan lagi, sehingga seakan-akan untuk membiarkan anaknya berkeliaran di jalanan dan mencari uang membantu orang tuanya adalah solusi,” ujarnya.

Dia menambahkan, akses mengekspresikan diri tak terakomodir sehingga mereka kehilangan tempat untuk tumbuh. “Akses pendidikan yang tak mereka dapatkan membuat mereka harus mencari alternatif sendiri untuk keluar dari lingkungan dan menuju di jalanan sebagai ekspresi diri. (Garna Raditya-76)

0 Response to "Pernah Mendiami Sel selama Tiga Hari"