Rapor SBY Merah




Berita Utama
29 Januari 2010
Rapor SBY Merah
Didemo, Presiden Ingatkan Peristiwa 1998

JAKARTA- Ribuan pengunjuk rasa kemarin turun ke jalanan Ibu Kota untuk menyampaikan kekecewaan terhadap kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono.

Unjuk rasa serupa digelar di berbagai kota. Mereka menilai ”rapor” SBY merah dalam berbagai hal.Secara umum demo berjalan tertib. Namun, di Makassar terjadi kericuhan dan aksi anarkis oleh sebagian peserta demo.

Demo di Jakarta antara lain digelar di depan Gedung DPR-MPR, diikuti sekitar enam ribu buruh dari Serikat Pekerja Nasional. Ribuan pendemo dari berbagai organisasi masyarakat, organisasi mahasiswa, dan elemen masyarakat lainnya, secara bergantian juga menyambangi Bundaran Hotel Indonesia.
Pemandangan sama terlihat di depan Istana Wakil Presiden dan tempat-tempat lainnya. Puncaknya, massa terkonsentrasi di depan Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara Jakarta.

Sebagai pengamanan, polisi dibantu tentara memasang kawat berduri di depan Istana Negara dan Istana Wakil Presiden.
Walaupun berasal dari berbagai organisasi, terdapat juga ibu-ibu dan anak-anak, massa pendemo kompak mengatakan pemerintahan SBY-Boediono gagal. Di depan Istana Negara, perwakilan berbagai organisasi bergantian berorasi.

”Pemerintahan SBY-Boediono gagal memberikan harapan, impian untuk kehidupan yang lebih baik. Waktu 100 hari adalah kesempatan untuk menumbuhkan harapan, optimisme. Kini tidak ada benih optimisme yang tumbuh, yang ada adalah berbagai kasus yang muncul. Kalau tidak dapat memberikan optimisme, SBY harus mundur,” ujar Ali Mustofa, perwakilan dari Himpunan Mahasiswa Islam dalam orasinya.

Anggota Petisi 28, Haris Rusli menilai pemerintahan SBY-Boediono menjual banyak sumber daya alam ke luar negeri. Mereka juga menganggap duet pemimpin negara tersebut sebagai antek negara barat.

Perwakilan dari Partai Rakyat Demokratik (PRD) tersebut menyatakan, selama lima tahun 100 hari kepemimpinan SBY, tidak banyak perubahan yang terjadi. SBY dianggap lebih melindungi kepentingan modal dan negara Barat. Bila ini terus terjadi maka menurutnya SBY harus turun.


Gagal Masuk Istana

Walaupun berhasil mendobrak barikade ratusan polisi di Jalan Merdeka Barat dan Merdeka Utara, ribuan demonstran tidak berhasil masuk ke dalam Istana Presiden yang dibentengi kawat berduri, empat mobil water cannon, dua mobil gas air mata, dan 16 panser.

Semula polisi mampu melokalisasi demonstran untuk berorasi di depan pintu barat Monas. Kemudian pukul 13.00 ribuan demonstran Gerakan Indonesia Bersih yang tertahan di Jalan Merdeka Barat atau tepatnya di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) bergerak merangsek barikade ratusan polisi yang menutup Jalan Merdeka Barat.

Setelah mereka terus bergeser tepat di depan Istana Presiden Jalan Merdeka Utara, ribuan demonstran serikat buruh yang tergabung dalam ”For Indonesia” berorasi di depan kanan Istana Merdeka. Saat itu dari arah kiri istana yang ditinggalkan SBY ke Banten, ribuan mahasiswa yang semula menggelar aksi di depan Istana Wakil Presiden bergeser melewati Jalan Merdeka Timur.

Setelah itu, ribuan demonstran dari berbagai elemen seperti Forum Aksi Mahasiswa Universitas Indonesia (FAM-UI), PMII, KAMI, For Indonesia, Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantra (Bemnus), HMI, dan lainnya secara bergantian menggelar orasi tepat di depan Istana Merdeka. Beberapa kali demonstran berusaha untuk membobol kawat berduri yang dijaga ribuan polisi, namun selalu gagal.

Secara umum aksi massa berlangsung damai, walaupun terdapat beberapa insiden kecil. Di depan Istana Negara, seorang polisi terluka di pelipis karena terkena lemparan batu. Dalam insiden tersebut, dua pendemo diamankan.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Edward Aritonang menuturkan, secara keseluruhan aksi unjuk rasa di semua daerah berjalan lancar dan tertib, termasuk di Jakarta. Berdasarkan pengamatan polisi, kegiatan masyarakat di tempat-tempat keramaian seperti, terminal, pasar, mal berjalan normal.

Sementara itu Gedung KPK menjadi salah satu sasaran pengunjuk rasa. Pimpinan KPK bersedia menemui pengunjuk rasa, bahkan turut memberikan orasi.
Selang beberapa waktu, usai mengumumkan harta kekayaan bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, pimpinan KPK menemui pengunjuk rasa. Bahkan, Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah memberikan orasi. Mereka ikut naik ke atas mobil yang dijadikan mimbar bagi pengunjuk rasa.

Dua pimpinan KPK lainnya, Tumpak Hatorangan Pangabean dan M Jasin tampak memperhatikan aksi demostran dari depan pintu utama KPK. ”Kita akan kumpulkan alat bukti untuk menuntaskan kasus ini (Bank Century),” tegas Bibit.
Chandra yang menemani Bibit, juga mengatakan, KPK tidak akan membiarkan perilaku korupsi tumbuh subur di Indonesia. ”Singkirkan maling dan koruptor. Tidak ada tempat untuk koruptor di negeri kita,” ujar Chandra yang disambut teriakan setuju oleh para demostran.

Di Makassar, demo mahasiswa diwarnai sejumlah aksi anarkis. Para mahasiswa mencorat-coret kendaraan warga dan menghentikan kendaraan dinas yang melintas di sekitar lokasi demo. Aksi tak simpatik itu dilakukan para mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) saat berunjukrasa di depan kampus mereka. Aksi mahasiswa ini nyaris memicu keributan dengan beberapa pengendara. Pengemudi mobil tidak terima kendaraannya dicoret-coret. Namun, ketegangan itu dilerai sejumlah polisi.


Langkah Awal

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan, program 100 hari hanya langkah awal, sehingga tak mungkin menyelesaikan semua masalah yang dihadapi bangsa. Dalam sambutannya saat meresmikan PLTU Labuan, di Pandeglang, Banten, Kamis (28/1) pagi, presiden menegaskan bahwa program 100 hari hanya sebagian kecil langkah awal yang akan dilakukan pemerintah pusat maupun daerah untuk lima tahun mendatang.

”Dengan demikian kalau ada yang mengatakan pemerintah harus diganti karena 100 hari belum bisa menyejahterakan rakyat, kalau itu dijadikan ukuran, Ibu Atut (Gubernur Banten) barangkali juga sulit untuk menyejahterakan rakyat Banten yang diberi tugas selama lima tahun. Bagaimana mungkin dalam 100 hari diminta untuk menyelesaikan semuanya. Tentu tidak begitu,” ujar SBY.

Menurut dia, adanya program 100 hari karena pemerintah ingin dalam 100 hari ada arah, agenda, dan prioritas pada tahun pertama untuk dilanjutkan lagi lima tahun berikutnya. Sebab harus ada ukuran dan kriteria untuk mengukur keberhasilan pemerintah dalam program 100 hari, 1 tahun atau 5 tahun.
Dari hasil evaluasi program 100 hari, dirinya akan mengambil tiga langkah. Pertama, program yang selama ini macet harus dicari jalan keluarnya untuk bisa diselesaikan. Kedua, program yang lambat akan diselesaikan di 100 hari ini. Dan yang ketiga, pemerintah akan berupaya membuat landasan hukum (PP, Perpres, Kepemen dan sebagainya) agar solusinya menjadi lebih baik.

SBY memberi contoh program yang sudah berhasil dilaksanakan dalam 100 hari antara lain pelayanan publik. Misalnya pengurusan paspor yang dulu 7 hari kini diperpendek menjadi 4 hari, pengurusan izin usaha diturunkan dari 90 jadi 40 dan sebagainya. ”Kalau saudara masih menemukan birokrasi kita di manapun masih mempersulit urusan, kirim sms ke 9949 agar bisa kita selesaikan,” imbau SBY.

Presiden mengajak masyarakat untuk memahami apa program 100 hari itu. Dalam kehidupan demokrasi, wajar adanya berbagai aksi protes, unjuk rasa dan gerakan-gerakan. ”Kita dengar kritiknya apa, koreksinya apa untuk perbaikan. Yang penting (demo dilaksanakan dengan) tertib, damai, jangan merusak, membakar, membuat korban dan menduduki paksa. Kalau itu terjadi, Jakarta akan kembali seperti 1998, negara kita bisa mundur, rakyat susah, ekonomi lumpuh,” katanya.

Kepuasan Publik

Terpisah, peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi mengatakan, kasus pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, dan dana talangan (bailout) Bank Century, mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap 100 hari kinerja pemerintahan.

Menurutnya, kasus kriminalisasi KPK, dan kasus Bank Century yang hampir menyandera SBY 2-3 bulan terakhir ini membuat tingkat kepuasan terhadap pemerintah cenderung menurun sebesar 15 persen. ”Artinya, semakin masyarakat mengikuti pemberitaan kriminalisasi KPK dan Century semakin miring pula tingkat kepercayaan publik kepada Presiden,” kata dia Jakarta, Kamis (28/1).

Dalam survei yang dilakukan 7-20 Januari 2010 dan melibatkan 2.900 responden yang tersebar di sejumlah provinsi dengan margin of error 2 persen menyebutkan 70 persen responden menyatakan puas atas kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jumlah ini turun dibanding hasil survei sebelumnya.
Dalam survei LSI Juli 2009, sebanyak 85 persen responden menyatakan puas terhadap kinerja Presiden. Namun pada November 2009, tingkat kepuasan menurun menjadi 75 persen. ”Saat ini kepuasan publik hanya mencapai 70 persen,” tandasnya.

Kesimpulannya, lanjut Burhanuddin, kepuasan publik terhadap kinerja SBY mengalami penurunan, bila ini liner dengan waktu di mana kepuasan terhadap SBY terus turun. Pemerintahan SBY-Boediono, menjadi semakin tidak kredibel di mata rakyat. (J21,K24,J13,A20,K8-49)

0 Response to "Rapor SBY Merah"