Sepenggal Mimpi Buruh Angkut Kentang

WAJAH
penuh peluh tampak dari gadis itu. Sesekali disekanya dengan baju, namun tidak berapa lama lagi, bulir keringat kembali muncul. Dinginnya udara Kecamatan Batur tidak mampu menahan tetesan keringatnya. Tidak ada keluh capek, sekalipun seharian harus menunduk memungut ratusan kentang di kebun milik orang dan mengangkutnya kedalam mobil untuk kemudian dipasarkan ke luar Banjarnegara. Marliah (16) nama gadis itu. Siapa sangka diusianya yang masih belia ia sudah harus menjadi seorang buruh angkut kentang. Bukan 1 atau 2 kg kentang yang harus dipanggulnya melainkan 30 kg sekali angkut. Sehari tidak terhitung berapa kali ia harus bolak-balik mengangkut kentang dari kebun milik majikannya. "Saya tidak hitung berapa kali, tapi kayanya lebih dari 10 kali, karena saya kerja dari jam 7 pagi hingga jam 2 siang," ungkapnya. Tidak seberapa upah yang diterimanya. Sehari, ia mengaku hanya diberi Rp 12.500. Selain untuk kebutuhannya, uang itu juga digunakan untuk membantu orang tuannya yang juga seorang petani. Dikatakan, dirinya sudah 1 tahun menggeluti pekerjaan sebagai buruh angkut kentang. Selama bekerja sebagai buruh angkut, dia tidak pernah merasakan sakit badan atau punggung yang keseleo bahkan cedera saat memikul kentang. "Kalau sekedar pegel itu hal biasa, namanya juga pekerja kasar," tuturnya. Dikatakan, bukan hanya dirinya yang bekerja di usia semuda itu. Banyak anak perempuan yang juga menjadi buruh angkut kentang. Kebanyakan mereka hanya lulusan kelas 6 SD. "Disini kebanyakan hanya lulusan SD, selepas itu ya langsung bekerja bantu orang tua," ungkap gadis yang tinggal di Desa Sumberejo, Kecamatan Batur itu. Diungkapkan, sebenarnya dirinya punya segudang cita-cita namun akibat tidak adanya biaya untuk sekolah akhirnya ia terpaksa meninggalkan bangku sekolah. "Percuma punya cita-cita tinggi kalau tidak punya biaya untuk sekolah," ujarnya. Ditanya adakah keinginannya untuk kembali bersekolah, Marliati menjawab keinginan itu tetap ada namun dirinya bingung bagaimana harus mewujudkannya. Untuk melanjutkan ke jenjang SMP saja biayanya sangat mahal, apalagi jika harus ke SMA atau bahkan ke perguruan tinggi. "Biayanya mahal, orang tua saya tidak mampu," singkatnya mengakhiri pembicaraan dengan Suara Merdeka pagi itu (28/1). (Citra Banch Saldy)

0 Response to "Sepenggal Mimpi Buruh Angkut Kentang"