Ahli Menembak, Hobinya Berburu Musang

Berita Utama
15 Februari 2010
Cyrus Sinaga, Jaksa Kasus Antasari yang Jadi Aspidsus Kejati Jateng
Ahli Menembak, Hobinya Berburu Musang

Mungkin tak banyak yang tahu kalau sebenarnya jaksa kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen punya kedekatan dengan Jawa Tengah. Cyrus Sinaga, jaksa kasus tersebut, sejak 21 Desember 2009 dilantik sebagai Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Jateng.

Meski sudah resmi menggantikan Uung Abdul Syakur, Cyrus sampai kini belum berdinas di kantor barunya.
Belum ngantornya Cyrus di tempat baru lebih disebabkan dirinya masih disibukkan dengan perkara pembunuhan Nasrudin dengan salah satu terdakwa mantan Ketua KPK Antasari Azhar. Maklum, ia merupakan ketua tim jaksa penuntut umum.

Rabu (10/2) pekan lalu, Cyrus sempat ke Semarang untuk menghadiri pelatihan satuan khusus penanganan perkara tipikor bagi jaksa-jaksa di Jateng, DI Yogyakarta, Jambi, Lampung, dan Palembang. Baru kali itulah ia hadir di Jateng selaku Aspidsus Kejati Jateng. Namun selepas itu dia langsung terbang ke Jakarta karena esoknya harus mengikuti sidang vonis Antasari cs. Padahal acara training tersebut sebetulnya masih berlangsung sampai beberapa hari berikutnya.

Menurut Kajati Jateng Salman Maryadi, Cyrus sehari sebelumnya sudah minta izin untuk kembali ke Jakarta. Saat dihubungi petangnya, hari Rabu itu, Cyrus yang asal Sumut sempat menginformasikan lewat pesan pendek kalau dirinya sudah berada di Jakarta. Ditanya kepastian mulai aktif di Semarang, sampai sekarang tidak ada jawaban sama sekali.

Beberapa pekan lalu, saat dihubungi dari Semarang, Cyrus sempat mengangkat teleponnya, menyampaikan menyanggupi untuk diwawancara tatap muka, dan menginformasikan kalau dirinya baru ke Semarang sekitar Maret. Hanya itu, dan selebihnya berujar, “Sampai jumpa di Semarang ya!”
Seperti itulah dia belakangan ini. Hari Jumat, Sabtu, dan kemarin, berulang kali dihubungi melalui telepon dan SMS, sama sekali tidak ada tanggapan.
Menurut informasi, Cyrus sebelum ini belum pernah bertugas di Jawa Tengah.

Namanya sebagai jaksa penuntut kasus-kasus berat, sebenarnya sudah lama muncul. Ia sempat menjadi jaksa kasus pembunuhan pejuang hak azasi manusia Munir tahun 2004, yang terdakwanya mantan pilot Pollycarpus Budihari Priyanto dan mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Pr.
Tetapi kalau kita mencari tulisan tentang siapa Cyrus Sinaga, di situs pencarian selevel google.co.id pun, yang muncul kebanyakan hanyalah nama dia yang disebut-sebut dalam persidangan, atau tanggapan-tanggapan dia terhadap perkara yang ditangani, dan sejenisnya.

Galak

Siapa mengira, Cyrus punya hobi menembak. Suatu waktu di sela-sela persidangan Antasari, Cyrus mengungkapkan, bahkan saat bertugas di Rantau Prapat, Sumatera Utara, tahun 1993-1998, sifat kerasnya dituangkan melalui kegemarannya berburu musang.

Tidak main-main, menurut pengakuannya, sekali berburu di kegelapan malam, sebanyak 50 hingga 60 musang menjadi korban senapan anginnya.
Perburuan dilakukan sejak petang hingga pagi, di perkebunan kelapa sawit seluas puluhan ribu hektare. Hobi berburu bahkan masih dilakukan hingga sekarang, setidaknya bila pulang ke rumah orang tuanya di Deli Serdang, Sumatera Utara.

Beberapa kejuaran menembak pun banyak dimenangkannya. “Sejak kecil saya memang ahli menembak,” ujar Cirus bangga.
Di kalangan jaksa, tipikal Cyrus dikenal sebagai orang yang serius, tapi santai. Nada bicaranya keras. Orang yang belum pernah kenal dia pasti akan mengira sedang marah, padahal sebenarnya tidak begitu. Kalau sedang bersidang, “polah tingkahnya” sayang untuk dilewatkan.

Umpananya ini, menjelang sidang tuntutan Antasari, Cyrus sering mencoba mikrofon yang akan digunakan. “Tes...tes...tes... dicoba...suaranya tidak kedengaran tolong dikeraskan,’’ ujar Cyrus di tengah ruangan sidang sesaat sebelum pembacaan tuntutan mati kepada Antasari.
Beberapa kali kalimat di atas dikatakan Cyrus dengan nada tinggi. Bisa jadi karena dirinya orang batak.

Namun sepertinya, kalimat “Tes...tes...’’ dan seterusnya itu bukan hanya untuk meyakinkan bahwa mikrofon berfungsi baik. Namun semacam perang uraf saraf dengan tim pengacara Antasari, sesaat sebelum sidang pembacaan tuntutan dibuka majelis hakim.

“Perang” jaksa dengan pengacara senior bersama anggota timnya masing-masing tak melulu fokus kepada materi perkara. Sesekali mereka melempar “joke” yang kadang tidak hanya mencairkan sidang yang melelahkan, namun juga sengaja untuk menyudutkan lawan.
Di luar sidang, antara Cyrus dengan pengacara Antasari tetap saling serang, dengan pernyataan-pernyataan tetap menyangkut perkara, namun unik. Misalnya, Cyrus berujar, “Suruh pengacara Antasari kuliah lagi, saya dosennya!”

Tuntutan mati terhadap Antasari, bukannya disambut dengan tepuk tangan, melainkan justru hujan kritik, termasuk dari pengamat hukum. Tuntutan itu dinilai terlalu tinggi untuk kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen yang masih diselimuti kontroversi.
Ia menyangkal tuntutan mati itu atas pesanan para pejabat di Kejaksaan Agung  sebagai wujud balas dendam kepada Antasari, yang pernah memenjarakan seorang jaksa kebanggaan Kejagung. Secara pribadi pun, ia merasa tidak ada persoalan dengan mantan atasannya itu.

“Selama di kantor tidak pernah ada masalah. Hubungan saya dengannya sekarang adalah antara JPU dan terdakwa,” tegas Cyrus.
Saat Antasari menjadi Direktur Penuntutan, Cyrus memang menduduki jabatan sebagai Kasubdit Kantibum. Namun, ia mengaku hanya sehari saja bertemu dengan Antasari saat mengenalkan diri sebagai orang baru di Kejagung. Setelah itu, ia menjalani pendidikan dan bertemu kembali dengan Antasari di persidangan.

Kasus Kontroversial

Pindah ke Kejagung rupanya menakdirkan Cyrus menjadi penuntut umum untuk kasus-kasus besar dan kontroversial. Kasus pertama adalah pembunuhan berencana terhadap aktivis HAM Munir pada tahun 2004, dalam penerbangan Garuda Indonesia menuju Belanda.
Cyrus menjadi anggota jaksa saat terdakwa mantan pilot Pollycarpus Budihari Priyanto disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Saat itu, Cyrus menuntut hukuman penjara seumur hidup kepada Polly sebagai eksekutor pembunuhan Munir di Bandara Changi, Singapura. Lantas hakim menjatuhkan vonis 14 tahun penjara, kemudian dikurangi menjadi 2 tahun penjara dalam putusan kasasi Mahkamah Agung karena Polly cuma terbukti dalam kasus pemalsuan surat.
Berkat adanya bukti baru, jaksa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan Polly, yang sudah bebas, kembali menjalani kurungan 20 tahun sejak 25 Januari 2008.

Sukses menjebloskan Polly, Cyrus “naik pangkat” menjadi ketua tim jaksa penuntut mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Pr dalam kasus yang sama.
Pria asal Sumatera Utara (Sumut) itu mendakwa mantan Danjen Kopassus tersebut dengan Pasal 55 Ayat (1) ke 2 KUHP jo Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Ia menuduh Muchdi sebagai orang yang menganjurkan Polly meracun Munir.

Cyrus yakin Muchdi bersalah, yang lalu dituntutnya 15 tahun penjara. Majelis hakim PN Jaksel yang saat itu diketuai Suharto akhirnya memvonis bebas Muchdi. Di tingkat kasasi pun, MA tetap menyatakan Muchdi bebas. Namun, Cyrus masih punya amunisi untuk mengajukan PK.

Karena rekam jejak Cyrus itu pulalah, ia kembali memimpin tim jaksa kasus Antasari. Memang dibutuhkan jaksa yang piawai membuktikan kesalahan terdakwa dalam kasus-kasus besar seperti itu. Perlu jaksa yang mahir mengurai kasus pembunuhan berencana yang pelik.
Selain itu, jaksa yang bersangkutan harus berani pasang badan di media massa. Sebab, kasus-kasus itu menarik perhatian media massa serta rawan dibelokkan.

Namun, perkara Antasari rupanya akan menjadi pertaruhan bagi kredibilitas Cyrus. Dia telah menjatuhkan tuntutan mati untuk keyakinannya terhadap kesalahan Antasari dalam turut serta membujuk pembunuhan Nasrudin. Belakangan, majelis hakim perkara Antasari, menjatuhkan vonis 18 tahun penjara untuk Antasari.
Tetapi belakangan pula, Cyrus dianggap melakukan kelalaian dalam perkara Muchdi Pr. Kasus itu telah dieksaminasi tokoh-tokoh Kasum (Komite Solidaritas untuk Munir).

Majelis hakim eksaminasi menganggap Cyrus melakukan kelalain fatal dalam mengajukan berkas kasasi dengan tidak mengajukan bukti bahwa putusan Muchdi tidak bebas murni.
Mengenai penanganan perkara, sebagian menilai Cyrus sebagai jaksa yang berani gagal, dalam penanganan perkara-perkara besar. Saat menangani kasus pelanggaran berat hak asasi manusia di Timor Timur pun, semua terdakwa yang disidangkan lepas dari jeratan hukum. (Yunantyo Adi S, Wahyu Wijayanto-62)

0 Response to "Ahli Menembak, Hobinya Berburu Musang"