Kuncung Semar, Pergelaran Keberagaman Seni


Berita Utama
09 Februari 2010
Kuncung Semar, Pergelaran Keberagaman Seni
Mengenang Gus Dur

SOLO-Pendapa Taman Budaya Jawa Tengah Surakarta (TBS) penuh sesak oleh penonton dan berbagai bentuk kesenian dari daerah, semalam. Hadirnya penonton dan kesenian itu memeriahkan pergelaran keberagaman seni dari elemen seniman berbagai kota yang datang untuk ikut memeringati 40 hari meninggalnya Presiden Ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Siang harinya, sarasehan dengan tema ’’Gus Dur dan Setelahnya’’, juga digelar di pendapa.

Para seniman dengan berbagai kesenian daerah maupun karya masing-masing, silih berganti tampil di pendapa. Keberagaman seni itu dikemas dalam pergelaran Kuncung Semar 40 Hari Gus Dur. Menurut koordinator acara, Slamet Gundono yang juga dikenal sebagai dalang wayang suket itu, pergelaran dimaksudkan sebagai ujud penghormatan dan terima kasih kepada Gus Dur. ’’Kuncung (sejumput rambut di atas dahi-Red) ada pada orang tua yang sudah rontok rambutnya dan pada anak-anak yang masih polos. Kuncung simbol kematangan, kebijaksanaan sekaligus kepolosan dan keliaran. Adapun Semar adalah tokoh pamong dan pengasuh para satria,’’ katanya.

Gus Dur, lanjutnya, selama ini dikenal masyarakat luas sebagai tokoh yang sangat matang sekaligus bisa mempunyai sikap polos seperti anak-anak yang mendidik bangsa dengan hal-hal bijak, kadang dengan hal-hal yang kontroversial, tak terduga tapi membuat orang melakukan introspeksi. ’’Saya sulit menyebut acara ini apa. Tapi barangkali yang pas adalah pergelaran keberagaman dari berbagai komunitas seni dari berbagai kota.,’’ lanjutnya.
Ratusan Seniman

Tampaknya memang itu yang hadir di pendapa malam itu. Ratusan seniman dengan keragaman seni mengapresiasikan dirinya dalam memberikan penghormatan kepada Gus Dur yang dikenal sebagai tokoh pluralisme. Beragam kesenian dengan latar budaya berbeda tampil di panggung. Komunitas seniman yang terlibat antara lain dari Surabaya, Cirebon, Yogyakarta, Jombang, dan Solo. Slamet Gundono mengolah beragam kesenian dari berbagai daerah dan etnik itu dalam bentuk kolaborasi seni.

Slamet dan teman-temannya memadukan beragam kesenian dan etnik itu dalam kemasan cerita Pernikahan Abimanyu. Menjelang malam midodareni, sejumlah tamu diundang. Mereka yang hadir ada yang membawa keseniannya. Antara lain komunitas Padang, Aceh, 35 pasien RS Jiwa Magelang, komunitas seniman santri dan tarling Amparan Jati Cirebon. Tidak hanya itu. Kelompok Sawunggaling dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), kelompok musik Temperente, Ketoprak Ngampung Balekambang, Independent Expression, kelompok tari Storm maupun Komunitas Wayang Suket dan Komunitas Orang Besar Indonesia (MOBI) juga terlibat.

Slamet Gundono berkolaborasi dengan dalang wayang china Ki Tee Boen Liong dari Surabaya dan dalang wayang kulit Ki Warsena Slenk. Sementara dari Yogyakarta hadir seniman Miroto, Darno (Banyumas), Hanindawan, I Wayan Sadre, kelompok Sahita serta penyanyi campursari Endah Laras dari Solo. Malam itu bejibun kesenian yang mendukung Kuncung Semar 40 Hari Gus Dur. Termasuk di dalamnya reog dan barongsai dari Solo.(sri,G19-62)

0 Response to "Kuncung Semar, Pergelaran Keberagaman Seni"