Tetap Ngurip-uripi Wong Urip




Berita Utama
06 Februari 2010
Memeringati 40 Hari Wafat Gus Dur (1)
Tetap Ngurip-uripi Wong Urip

Minggu malam (7/2), mulai pukul 19.20 keluarga besar Pondok Pesantren Tebuireng Jombang akan menggelar peringatan 40 hari wafatnya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Berikut laporan menjelang peringatan tersebut.

Salamullahi warrahmah ‘alaikum ya Waliyyallah
Atainakum wazurnakum waqafnakum ya Waliyallah
Sa’idna idzlaqinakum qasadna ya Waliyallah
Tawassalna bikum lillah Ajibu ya Waliyallah

SYAIR kasidah ijazah dari KH Muhammad Arwani Kudus itu dibaca KH Hanief Ismail Lc tepat di depan makam Gus Dur. Ketua Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Nasima itu membaca bait demi bait hingga 12 bait.

Sekitar 120 orang guru dan karyawan rombongan menirukan syair yang dibaca imam. Setelah itu disambung membaca istighotsah ijazah dari KH Romli Tamim Peterongan Jombang. Disusul doa Ya sadati ijazah dari KH Muslih Abdurrahman Mranggen Demak, ditutup dengan Shalawat Arwah ijazah dari KH Abdullah Umar Semarang dan yasin tahlil.

Syair itu kira-kira berarti, ‘’Kami datang, berziarah dan berdiri sejenak wahai wali Allah. Kami merasa bergembira bila bertemu denganmu ya wali Allah. Kami bertawasul kepadamu hanya karena Allah, jawablah kami ya wali Allah.’’

Koor itu menggema di sekitar Pondok Pesantren Tebuireng. Hampir satu setengah jam, mulai pukul 07.00 hingga 08.30, mereka duduk di bawah joglo yang khusus disediakan untuk para peziarah di makam keluarga pahlawan nasional KH Hasyim Asy’ari.

Untuk bisa duduk di tempat itu kami harus menunggu berjam-jam. Sebab gelombang peziarah tidak henti-hentinya hampir 24 jam nonstop. Sebelum rombongan Nasima mendapat kesempatan membaca tahlil, di depan kami sekitar 80 orang rombongan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Banyumas dipimpin ketuanya Drs KH Tefur Arofat MPdI tengah khusyuk membaca yasin. Di belakang mereka sudah mengantre sejak Subuh rombongan dari Cirebon. Sementara di belakang kami sekitar dua ratus orang kebanyakan ibu-ibu dari Demak dan Banten sudah mengantre.

Bahkan karena tidak sabar menunggu antrean satu rombongan entah dari mana mengambil tempat di sudut pemakaman dan langsung membaca tahlil. Jadilah bacaan tahlil, yasin, istighotsah dan kasidah bersahut-sahutan. Meski terdengar saling bersahutan, namun mereka tampak khusyuk mengikuti bacaan imam masing-masing.

Dipagar Tali Plastik

Menurut salah satu santri Tebuireng yang ditugasi menjaga makam keluarga KH Hasyim AsyĆ­ari, sejak Gus Dur wafat pada Rabu, 30 Desember 2009, pemakaman itu tidak pernah sepi peziarah. Pengurus mamasang pagar tali plastik sebagai pembatas. Gus Dur tepat berada di atas makam kakeknya KH Hasyim Asy’ari yang berdampingan dengan nenek dan ayahnya, KH Abdul Wahid Hasyim. Pamannya, KH Yusuf Hasyim (Pak ‘Ud) juga dimakamkan di tempat itu.

Khusus untuk para peziarah yang menghafal Alquran 30 juz (hafidz-hafidzah) panitia menyediakan tempat khusus yang terpisah dari peziarah umum. Mereka ditempatkan di sebelah utara makam di belakang gedung Kalla.
Di atas makam KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahid Hasyim tertancap bendera kecil merah putih. Sedang makam Gus Dur ditutupi gundukan bunga mawar dan sedap malam yang menebarkan aroma harum.

Untuk sampai ke lokasi makam, peziarah bisa masuk melalui pintu utama pesantren Tebuireng di Jalan Irian Jaya, Desa Diwek, Jombang. Tetapi bila pintu utama ditutup bisa melewati jalan kampung yang sudah disiapkan. Untuk pintu keluar disiapkan lorong-lorong sempit yang mengakses ke tempat parkir bus dan kendaraan umum.

Kehadiran jutaan peziarah mendatangkan berkah tersendiri bagi masyarakat sekitar. Ada yang membuka lahan parkir bus dan mobil pribadi, kos-kosan, sewa kamar mandi dan WC, warung makanan, souvenir dan buku-buku tentang Gus Dur.
‘’Inilah hebatnya, orang yang sudah wafat saja masih bisa memberi penghasilan kepada orang yang masih hidup. Gus Dur itu ngurip-uripi wong urip,’’ tutur H Yusuf Nafi SH CN yang turut dalam rombongan peziarah.
(Agus Fathuddin Yusuf-60)

0 Response to "Tetap Ngurip-uripi Wong Urip"