Gus Dur Subhanallah, Gus Dur Masya Allah




Berita Utama
08 Februari 2010
Tahlil di Ponpes Tebuireng dan Ciganjur
Gus Dur Subhanallah, Gus Dur Masya Allah
Kecintaan masyarakat terhadap KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) seakan tak ada habisnya. Hal itu tergambar jelas dalam peringatan 40 hari wafatnya Gus Dur, Minggu (7/2) di Ponpes Tebuireng, Jombang, Jatim, dan kediaman Ciganjur, Jakarta.

Dalam pandangan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, Gus Dur adalah manusia langka yang seabad pun dia yakin tak ada penggantinya. Kata para santri NU dari Banten, Gus Dur nyaris seperti wali. Lalu menurut Dorce Gamalama, Gus Dur tak sekadar guru bangsa, tapi bapak bangsa.

Seperti itukah memang sosok Abdurrahman Wahid? Jika ingin mencari jawaban dari pernyataan tersebut, maka Anda perlu melihat apa yang terjadi dalam peringatan 40 hari meninggalnya Gus Dur. Di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, acara peringatan dengan inti berupa tahlil dan pembacaan Surat Yasin itu seperti meneguhkan bagaimana sebenarnya putra Wahid Hasyim tersebut di mata masyarakat.

Bayangkan, acara peringatan baru dimulai malam hari, tapi sejak pukul 05.00, Minggu (7/2), Ponpes Tebuireng sudah dipadati kaum muslim. Sungguh pemandangan yang sangat menarik ketika sepagi itu bahkan ketika matahari masih malu-malu menyapa bumi, makam Gus Dur sudah sedemikian ramainya.

’’Biasanya mulai Kamis banyak yang datang ke sini. Lalu Minggu adalah puncaknya. Tapi khusus untuk peringatan 40 hari ini kami merasa kaget ketika subuh pun sudah banyak yang datang dan shalat di sini,’’ kata Lukman Hakim, ketua panitia peringatan 40 hari wafatnya Gus Dur.

Lalu lihatlah apa yang terjadi menjelang siang. Kurang lebih 2 kilometer sebelum ponpes, jalan ditutup untuk kendaraan umum. Itu memang harus dilakukan, karena jangankan kendaraan, sekadar untuk berjalan pun orang harus berdesak-desakan. Semua itu dilakukan demi Gus Dur.
Mereka yang datang itu termasuk Mahfud MD, KH Mustofa Bisri (Gus Mus), Saifullah Yusuf (Gus Ipul, wagub Jatim), dan juga Dorce Gamalama. Ada pula para santri NU yang datang jauh-jauh dari Banten.

’’Kami datang ke sini hanya ingin satu hal, menangis di makam. Tapi setelah sampai di sini, kami harus mengucap Gus Dur subhanallah Gus Dur masya Allah,’’ kata H Nazarudin Ruslan, ketua PC NU Pandeglang, Banten.

Ya, Nazarudin harus mengucap subhanallah ketika tahu ada begitu banyak umat yang datang. Namun ia juga harus berkata masya Allah ketika kemudian mendengar dari banyak orang tentang kekaguman dan kecintaan mereka pada tokoh pluralisme itu.
’’Susah sepertinya mencari tokoh yang ketika sudah meninggal begitu dicintai seperti ini. Sejak dimakamkan sampai 40 hari terus dikunjungi peziarah,’’ katanya.


Peringatan

Memasuki malam, pengunjung kian berjubel. Hujan yang turun deras mulai pukul 15.00 tak sedikit pun menyurutkan niat para peziarah. Sebagian memang ada yang berlindung, tapi ada yang tetap di tempat meski hanya berpayung kertas koran.

Ketika di dalam kompleks ponpes sudah tak kuasa menampung pengunjung, di luar masyarakat masih menyesaki jalanan hingga radius 2 kilometer. Sama dengan yang terjadi di dalam, di luar masyarakat yang hadir juga harus rela ditemani hujan.

Mereka berbaur bersama masyarakat setempat yang sebagian besar memanfaatkan kesempatan itu untuk berdagang kebutuhan para peziarah.
Sekitar pukul 19.30, bakda isya, acara peringatan dimulai. Dari acara tersebut, sosok Gus Dur kembali mengemuka ketika muncul tanggapan-tanggapan yang menarik.

Di antaranya dari pengalaman Sholahudin Wahid (Gus Sholah) yang tak lain adik almarhum, ketika mewakili ponpes untuk memberikan sambutan.
’’Ada ibu-ibu yang bilang kepada saya, tahun 2004 tidak memilih PKB. Karena itu dia datang ke sini ingin meminta maaf kepada Gus Dur,’’ kata Gus Sholah menirukan ucapan seorang peziarah yang langsung disambut tawa berkepanjangan oleh pengunjung.

Dan akhirnya, kerinduan para pecinta Gus Dur serasa terobati ketika dalam acara peringatan tersebut hadir Gus Mus. Setelah sebelumnya para peziarah dengan khusyuk melantunkan tahlil dan yasin, sosok Gus Dur bagai hadir kembali lewat ceramah dengan humor-humor segar Gus Mus. Ia bertutur tentang pematung pengagum Gus Dur yang membuat patung Hercules, atau bagaimana Gus Dur bisa menjelajah ke mana saja.
’’Soal Gus Dur, saya kira apike karo eleke akeh apike,’’ kata Gus Mus menyimpulkan.

Itulah memang beberapa hal menarik yang terjadi dalam acara peringatan 40 hari wafatnya Gus Dur. Dari situasi yang terungkap, rasanya wajar kalau sosok Gus Dur membuat para santri mengucap kata subhanallah dan masya Allah. Semua itu, menurut Gus Sholah karena energi keikhlasan. Atau menurut Dorce Gamalama karena energi cinta yang selalu dikedepankan oleh almarhum selama hayatnya.

Sementara ketika acara peringatan sudah selesai, dan sebagian besar para santri telah pulang, doa yang dipanjatkan untuk Gus Dur masih juga belum berakhir. Dari berbagai sudut, masih banyak orang yang melafalkan ayat-ayat suci Alquran demi mendoakan presiden RI ke-4 tersebut.

Disatukan Kecintaan

Di Ciganjur, Jakarta, hujan lebat sejak maghrib tidak menyurutkan ribuan masyarakat untuk menghadiri acara mengenang 40 hari Gus Dur. Mulai dari santri yang bersarung, pendeta, sampai pejabat dengan mobil berpelat satu digit berduyun-duyun berebut tempat, bersila di karpet merah untuk memanjatkan doa dan mengenang perjuangan presiden RI keempat itu.

Salah satu tokoh Budha, Bunte Damma Subha menyatakan, Gus Dur merupakan sosok yang pintar, benar, dan kober (menyempatkan diri). ”Gus Dur adalah orang yang tidak hanya pintar dan benar, tapi juga sempat untuk berjuang. Tidak semua orang mampu untuk itu,” ujarnya.

Pembawa acara 40 hari mengenang Gus Dur, Sastro Ngatawi menyampaikan banyaknya doa dari berbagai agama tidak perlu diperdebatkan, karena itu merupakan wujud cinta dan penghormatan. ”Tuhan tidak akan bingung karena itu. Ini merupakan salah satu wujud pluralisme yang diperjuangkan Gus Dur,” jelasnya.

Dalam sambutannya, Yenny Wahid menyampaikan, Gus Dur bukan hanya milik keluarga, tapi milik masyarakat sedunia. Itu antara lain terbukti dari pesan dari Gedung Putih sampai pemimpin negara-negara Islam, pemimpin thareqat naqsabandiyah, serta pemimpin umat Katolik sedunia, yang mengirim pesan belasungkawa dan duka cita kepada keluarga. Hal itu yang membantu keluarga melawan rasa duka dan kehilangan.

Putri Gus Dur itu juga menyampaikan terima kasih kepada masyarakat yang telah datang ke Ciganjur, Jombang, dan mereka yang menyampaikan doa tapi tidak sempat datang langsung. ”Mereka merasa kehilangan dengan alasan yang berbeda-beda, tapi disatukan oleh kecintaan,” ujarnya.

Selain tahlil yang dipimpin oleh KH Said Agil Siradj, acara tersebut juga diisi doa lintas agama yang disampaikan oleh tokoh Katolik, Romo Beni; tokoh Budha, Bunthe Damma Susha; tokoh Konghucu, Budi Santoso; tokoh Baha’i, Muthaminah; tokoh Brahma Kemewis, Helen Quirin; dan tokoh penganut kepercayaan, Pangeran Jatikusumo.

Selain itu juga ada penyerahan penghargaan dari Forum Lintas Agama dan Institut Pertanian Bogor (IPB), pembacaan puisi oleh Acep Zam Zam, Yose Rizal, serta lagu-lagu yang dibawakan oleh Frangky Sahilatua, Ebiet G Ade, dan Sam Bimbo.

Sebelum acara dimulai sambil menunggu shalat isya, KH Achmad Said memimpin doa, shalawat, dan wirid. Sementara itu ribuan hadirin yang datang mendapatkan buku kumpulan doa dan Surat Yasin, serta buku Gus Dur Bertahta di Sanubari. Buku bersampul warna hijau dengan cover foto Gus Dur tersebut disunting oleh putri ke-3 Gus Dur, Anita Wahid.

Buku tersebut merupakan kumpulan tulisan yang dimuat media massa, termasuk berita dan tajuk rencana Suara Merdeka edisi 31 Desember 2009 dan 2 Januari 2010. Ramainya acara tersebut juga dimanfaatkan oleh para pedagang yang menawarkan pernak-pernik, kaus, dan buku berlabel Gus Dur. (Wisnu Kisawa, Nurokhman-65)

0 Response to "Gus Dur Subhanallah, Gus Dur Masya Allah"