Wisatawan pun Rela Menanggalkan Kesan Seksi

Berita Utama

02 Februari 2010
Program Sarung Batik dan Sandal Karet di Borobudur (1)

Wisatawan pun Rela Menanggalkan Kesan Seksi

 

Pengunjung yang ingin menapaki Candi Borobudur, sejak 1 Februari, tak lagi diperkenankan berpakaian minim dan bersepatu hak tinggi. Sebagai gantinya, pengunjung harus berganti mengenakan sarung batik dan sandal karet. Berikut laporannya.
SHINTA (23), wisatawan asal Yogyakarta itu kaget ketika tiba-tiba salah seorang petugas Taman Wisata Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, menghentikan langkahnya. Dengan sopan petugas itu meminta dia untuk menuju ruang ganti sarung batik di samping jalur pendakian candi.
Mengapa untuk menapaki batu-batu candi dari tingkatan Kamadhatu (paling bawah) sampai Arupadhatu (teratas) setinggi 34,5 meter itu sekarangn harus ribet?
Karena dia mengenakan rok mini. Juga memakai sepatu hak tinggi berbahan dari besi. Tidak bisa dipungkiri penampilan Shanti saat itu sungguh menarik, apalagi betisnya yang kuning langsat itu juga terlihat sebuah tato warna hitam bergambar rumba-rumba dan bunga.
Akan tetapi dia harus rela menanggalkan kesan seksi, ketika akan mendaki batu berundak peninggalan Raja Samaratungga. Mulai 1 Februari, entah itu wisatawan domestik atau mancanegara, yang mengenakan celana pendek dan rok mini harus mengenakan sarung batik yang disediakan oleh pihak pengelola taman wisata.
Selain itu, bagi mereka yang mengenakan sepatu berhak tinggi yang tak berbahan dari karet juga harus rela mengenakan sandal karet yang juga disediakan oleh pihak pengelola. ”Saya tidak terganggu dengan aturan itu. Justru saya bisa mengabadikan momen di Borobudur saat memakai sarung ini,” kata Shanti.
Dia mengaku lebih rileks dengan sarung dan sandal yang dipinjamkan. Menurutnya, ada kesan tradisional dan menjadikan perjalanan wisata itu lebih nikmat.
Di ruang transit VIP, tempat para turis registrasi pembayaran masuk ke Candi Borobudur, terlihat beberapa turis juga mengenakan celana pendek. Salah satunya Zado (25), wisatawan asal Hongaria.
Petugas ruang transit menghampirinya dan menjelaskan bahwa sekarang ada peraturan baru, jika ingin menaiki candi tak boleh mengenakan celana pendek. Dia pun tersenyum dan mempersilakan dia dan rekan perempuannya itu memakaikan sarung batik.
”Ini sungguh luar biasa. Saya lebih tampan dengan sarung ini,” katanya spontan kemudian disambut tawa teman-temannya. 
Dia mengaku tak ribet, tetapi justru lebih tersanjung berkesempatan bisa mengenakan batik yang merupakan warisan kebudayaan dunia itu. Menurutnya, sambutan di pintu masuk semacam itu menjadi kesan tersendiri dalam perjalanan wisata di Indonesia.
Berbeda dengan komentar turis asal Inggris Bob Brunsskill (29). Dia mengaku sebelumnya membayangkan agak ribet dengan sarung itu. Tapi setelah dirasakan dia mengku terasa nyaman. ”Tidak masalah, saya biasa memakai sarung untuk tidur, karena nyaman. Kalau di sini saya harus memakai sarung, saya senang, karena lebih nyaman,” katanya dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata.
Pada hari pertama penerapan peraturan mengenakan sarung dan sandal, boleh dibilang berjalan lancar. Petugas tidak merasa kesulitan karena para wisatawan justru menyukai aturan baru tersebut.
Kepala Unit PT Taman Wisata Candi Borobudur, Drs H Pudjo Suwarno mengatakan, mengenakan sarung itu sebagai bentuk penghormatan Candi Borobudur sebagai warisan kebudayaan dunia. Adapun untuk sandal hak tinggi, menurutnya, berdasarkan hasil penelitian, pemakaian sepatu berbahan besi atau benda keras nonkaret bisa merusak atau menggores batu andesit candi.
Pada awal program tersebut, pihak pengelola menyediakan 2.000 sarung batik dan ratusan sandal karet. Jumlah itu tentu saja masih kurang banyak, karena jika saat liburan pengunjung Candi Borobudur bisa lebih dari 10.000/hari.
Sarung dan sandal itu dipinjamkan hingga menuju pintu keluar. Para wisatawan wajib mengembalikan ke petugas yang sudah berjaga di sana.
Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Purnomo Siswo Prasetyo, mengemukakan, program itu berawal dari banyaknya keluhan wisatawan bercelana pendek menjadikan suasana kurang nyaman.
Dalam masa uji coba, pihaknya masih akan meminjamkan sarung tersebut. Selanjutnya akan dibahas kemungkinan menyewa atau bahkan penjualan sarung tersebut.
Pengelola sedang melakukan berbagai persiapan, termasuk simulasi, untuk penerapan rintisan tradisi bersarung batik itu. Selain melestarikan tradisi, diharapkan sekaligus bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar Borobudur.
Pujo Suwarno mengemukakan, pihaknya mengundang warga sekitar candi untuk ditawari menjadi perajin sarung batik. Untuk itu diperlukan pelatihan agar hasilnya maksimal.
”Motif batik kain sarung itu, kelak akan dibuat khusus, ada gambarnya Candi Borobudur. Kami masih mencari motif untuk Batik Borobudur,” katanya.
Selain memakai sarung batik dan sandal karet, saat ini juga sedang simulasi pemakaian sandal dari anyaman pandan sebagai alas kaki mendaki candi. Hal ini dikaitkan dengan upaya konservasi terhadap batu candi. Karena, kata dia, sepatu kulit bisa mengakibatkan batuan menjadi aus. (Sholahuddin al-Ahmed, Tuhu Prihantoro-46,60)

0 Response to "Wisatawan pun Rela Menanggalkan Kesan Seksi"